Sabtu, 02 Januari 2010

KAJIAN ENERGI SURYA UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK David Kristianto Jurusan Teknik industri, Fakutas teknologi industri, Universitas Gunadarma Kampus Gunadarma,Depok. Phone: 085729082415 Email: dk280790 NPM:30408244 Abstrak Pada dasarnya Sel surya adalah sebuah alat konversi energi yang mengubah bentuk energi surya menjadi energi listrik. Energi yang dihasilkan oleh sel surya adalah yang paling ramah lingkungan, namun lahan instalasi yang diperlukan sangat luas. Selain itu, energi surya sangat tergantung pada besarnya intensitas sinar matahari, sehingga kontinuitasnya menjadi masalah tersendiri. Dalam upaya untuk menjadikan energi surya sebagai pembangkit tenaga listrik, maka beberapa kelemahan tersebut harus diperbaiki, agar menghasilkan arus listrik yang kontinu dan ukuran yang seringkas mungkin. Tulisan berikut adalah upaya yang harus dilakukan untuk menjadikan energi surya sebagai energi alternatif dalam mengatasi krisis listrik di Indonesia.. Kata Kunci : Sel Surya, Energi Listrik 1. DAVID, PEMBANGKIT LITRIK TENAGA SURYA.. Dalam upaya memenuhi kebutuhan energi listrik masyarakat Boyolali di tengah gencarnya seruan akan kelestarian lingkungan hidup, maka hanya ada dua pilihan yang saat ini bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Masing – masing pilihan itu adalah: listrik dengan harga murah namun dengan konsekuensi udara di lingkungan kita tercemar, atau harga listrik yang mahal namun dengan udara di atmosfer kita tetap bersih. Dalam waktu dekat ini kelihatannya belum ada pilihan ketiga yang menawarkan listrik dengan harga murah namun proses pembangkitannya kurang mencemari lingkungan. Pemanfaatan energi surya menjadi listrik adalah sebuah sistem yang paling ramah lingkungan, tapi sampai saat ini masih memerlukan lahan yang luas untuk pemasangan instalasinya. Hal ini terjadi, karena intensitas panas yang diterima oleh permukaan bumi adalah relatif kecil, sehingga memerlukan kolektor yang cukup luas untuk keperluan pembangkitannya. Energi surya yang memasuki atmosfer memiliki kerapatan daya rata-rata sebesar 1,2 kW/m2, namun hanya sebesar 560 W/m2 yang diserap bumi. Berdasarkan angka di atas, maka energi surya yang dapat dibangkitkan untuk seluruh daratan Indonesia yang mempunyai luas ±2 juta km2 adalah sebesar 5.108 MW, sedangkan untuk pulau Bali yang memiliki luas tanah ± 5300 km2, maka energi surya yang mampu dibangkitkan adalah sebesar 1,32.106 MW, karena untuk daya listrik sebesar 100 MW akan memerlukan lahan seluas 40 hektar untuk pemasangan instrumen Luas tanah tersebut belumlah terhitung untuk keperluan tanah bagi alat-alat pendukungnya, sehingga untuk daya listrik seluas 100 MW akan memerlukan luas lahan sebesar 60-70 hektar. Hal inilah yang menyebabkan bahwa pembangkit listrik tenaga surya nilai investasinya menjadi tinggi, karena teknologi yang mendukungnya pun masih baru dan mahal. Namun apabila suatu saat harga sebuah sel surya dapat diminimalkan, maka bukanlah hal yang mustahil bila energi listrik dengan tenaga surya dapat menjadi lebih murah. Selain itu, meskipun energi surya mampu menghasilkan daya listrik yang sangat besar, tapi karena kontinuitasnya kurang begitu stabil (akibat intensitas cahaya matahari yang tidak kontinu), maka energi surya memiliki kendala untuk dapat menjadi sebuah pembangkit tenaga listrik. Nilai investasi untuk tenaga surya dapat dilihat pada Tabel 1. 2. LANDASAN TEORI Cahaya matahari terdiri atas foton atau partikel energi surya, dimana foton inilah yang dikonversi menjadi energi listrik. Foton-foton mengandung energi yang bervariasi menurut panjang gelombangnya. Energi foton yang diserap oleh sel surya diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada elektron di dalam sel surya. Dengan adanya energi baru ini maka elektron mampu lepas dari posisi normalnya terhadap atom sehingga menjadi arus dalam suatu sirkuit listrik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan modifikasi dari energi dengan tenaga surya disajikan pada Gambar 2. Alat konversi energi surya yang dimodifikasi tersebut, terdiri atas bagian – bagian : tabung katoda dan sel surya. o Tabung diisi gas unsur halogen CH3Br (mono bromida metan) atau CH2Br (dibromida metan). o Kaca transparan dengan kekuatan tekan yang tinggi. Cahaya yang dihasilkan dari tabung katoda digunakan untuk mengganti cahaya matahari. Pada saat foton yang dihasilkan dari tabung katoda menyinari sel surya, maka elektron-elektron yang ada pada sel surya akan menerima sejumlah energi, sehingga elektron mampu bergerak melewati gap energi. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan terjadinya arus listrik di dalam sebuah rangkaian listrik. Tabung katoda adalah tabung kaca yang memiliki dua elektroda. Elektroda positif (anoda) dihubungkan ke kutub positif dan elektoda negatif (katoda) dihubungkan ke kutub negatif sumber tegangan. Apabila tekanan gas di dalam tabung berangsur-angsur dikurangi dengan cara memompa gas keluar, maka akan terjadi peristiwa-peristiwa sebagai berikut : 1. Pada tekanan gas sekitar 20 mmHg, di dalam tabung mulai terlihat aliran arus listrik yang berbentuk pita berwarna ungu 2. Pada tekanan gas sekitar 5 mmHg, di dekat katoda (elektoda negatif) timbul cahaya biru yang disebut pijar negatif kebiruan. Di dalam tabung timbul pijar merah muda yang disebut kolom positif merah muda. Di antara kolom positif dengan pijar negatif terdapat ruang gelap yang disebut ruang gelap Faraday 3. Pada tekanan gas sekitar 0,05 mmHg, pijar negatif bergerak ke tengah dan di belakangnya terdapat ruang gelap yang disebut ruang gelap Crookes 4. Pada tekanan gas sekitar 0,01 mmHg atau lebih kecil, semua cahaya di dalam tabung menghilang dan kaca di dekat anoda (elektroda positif ) akan menunjukan warna kehijau-hijauan Bagian-bagian dari tabung sinar katoda adalah sebagai berikut: 1) Filamen Pemanas Filamen pemanas berfungsi untuk memanasi ujung katoda. Akibat pemanasan ini maka terjadi pemancaran elektron-elektron dari katoda. Elektron-elektron yang dipancarkan dipercepat dengan suatu beda potensial 5 kV sampai 50 kV diantara katoda dan anoda. 2) Katoda Material yang digunakan sebagai katoda antara lain : • Tungsten Material ini memiliki dua kelebihan untuk digunakan sebagai katoda yaitu memiliki ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang tinggi (3400 0C), sehingga tungsten banyak digunakan untuk tabung sinar X yang bekerja pada beda potensial sebesar 5000 kV dan temperatur tinggi. Fungsi kerja tungsten sangat tinggi yaitu sebesar 4,52 eV sehingga kurang cocok untuk aplikasi audio. • Thrioted tungsten Material ini adalah campuran antara tungsten dan thorium. Thorium adalah material yang secara individual memiliki fungsi kerja sebesar 3,4 eV, campuran antara tungsten dan thorium memiliki fungsi kerja sebesar 2,63 eV, serta temperatur kerja sekitar 1700 0C. (a) Tabung katoda (b) Aliran elektron Gambar 4. Prinsip kerja sel surya: 1) Katoda berlapis oksida ( Oxide-Coated Cathode ) Katoda jenis ini terbuat dari lempeng nickel yang dilapisi dengan barium dan oksida stontium. Sebagai hasil dari pelapisan tersebut maka dihasilkan katoda yang memiliki fungsi kerja dan temperatur kerja yang rendah, dan tegangan yang diperlukan sebesar 1000 V 2) Anoda Berfungsi untuk menerima elektron yang terlepas dari katoda. Sel Surya Sel surya dapat menyerap gelombang elektromagnetik dan mengubah energi foton yang diserapnya menjadi energi listrik. Bagian terbesar sel surya adalah sebuah dioda. Dioda terbuat dari suatu semikonduktor dengan jurang energi (Ec – Ev). Ketika energi foton yang datang lebih besar dari jurang energi ini, foton akan diserap oleh semikonduktor untuk membentuk pasangan elektronhole. Elektron dan hole kemudian ditarik oleh medan listrik sehingga menimbulkan photocurrent (photo current bisa juga dinamakan sebagai arus yang dihasilkan oleh cahaya). Dalam sel surya tidak hanya photocurrent yang penting, tetapi ada beberapa parameter lain yang perlu mendapat kajian. Semikonduktor Semikonduktor mempunyai susunan pita energi yang mirip dengan pita energi isolator. Pada suhu sangat rendah, pita konduksi semikonduktor tidak terisi oleh elektron. Di antara pita konduksi dan valensi juga terdapat celah energi. Namun, celah terlarang ini mempunyai jarak yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan celah terlarang pada isolator. Nilai celah terlarang untuk semikonduktor adalah sekitar 1,1 eV sedangkan pada isolator intan adalah sebesar 6 eV. Pada suhu kamar, elektron yang ada pada pita valensi akan mendapatkan energi kinetik. Energi kinetik ini cukup kuat untuk memindahkan elektron ke pita konduksi. Berpindahnya elektron ke pita konduksi menyebabkan adanya elektron bebas pada pita konduksi. Akibatnya, pada suhu kamar tersebut maka semikonduktor mampu mengantarkan arus listrik seperti halnya pada konduktor. Efek Foto Listrik Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya elektron- elektron dari permukaan logam (disebut sebagai elektron foto) ketika logam tersebut disinari dengan cahaya. Rumus energi berdasarkan teori kuantum adalah E = nhf. Dengan demikian, cahaya dipancarkan sebagai partikel-partikel kecil yang disebut foton. Jika tabung tabung ditempatkan dalam ruang gelap, maka tidak akan ada arus listrik (I) yang mengalir. Tapi ketika cahaya dengan frekuensi tertentu diarahkan ke pada pelat/panel surya, maka akan terjadi aliran listrik. Apabila dikaji lebih jauh, efek fotolistrik ini maka ada dua sifat penting dari gelombang cahaya yakni: intensitas cahaya dan frekuensi. Beberapa sifat penting yang terjadi pada efek foto listrik adalah sebagai berikut : 1. Besarnya energi kinetik maksimum elektron foto tidak tergantung pada intensitas cahaya. 2. Permukaan dari sel surya membutuhkan frekuensi minimum tertentu yang disebut frekuensi ambang (f0) untuk dapat menghasilkan elektron foto. 3. Elektron-elektron dapat terbebas dari permukaan sel surya hampir tanpa selang waktu, yaitu kurang dari 10-9 detik setelah penyinaran. 4. Energi kinetik maksimum elektron foto bertambah jika frekuensi cahaya diperbesar. 5. Semua foton memiliki energi yang sama sebesar hf, sehingga apabila intensitas cahaya dinaikkan namun dengan frekuensi yang tetap akan menambah jumlah foton, tetapi tidak menambah energi yang dipancarkan. Agar terjadi aliran listrik (berpindahnya elektron) dari permukaan sel surya, maka diperlukan kerja minimum W0 (disebut fungsi kerja atau energi ambang) untuk melepaskan elektron dari permukaan sel surya. Besarnya W0 tergantung pada jenis logam yang dipakai sebagai bahan sel surya. Agar terjadi arus listrik yang kontinu maka frekuensi (f) yang dipancarkan oleh cahaya haruslah sedemikian rupa sehingga hf > W0, keterangan: Wo= Fungsi kerja atau energi ambang (Joule) Satuan W0 sering ditulis dalam eV, 1 eV = 1,602.10-19 J h = konstanta Planck (6,626.10-34 J.s) m = masa elektron (9,11.10-31 kg) v = kecepatan elektron (m/s) f0 = frekuensi ambang (Hertz) Rencana Pengembangan Energi Surya sebagai Pembangkit Listrik Tabung katoda adalah suatu alat yang menghasilkan cahaya atau aliran elektron dari katoda ke anoda. Sedangkan sel surya adalah sebuah alat yang mengkonversikan energi foton (cahaya sebagai partikel) menjadi energi listrik. Agar mampu menjadi sumber tenaga listrik dengan daya output yang tinggi, maka dua parameter yang perlu diperbaiki dan dikontrol adalah intensitas cahaya dan frekuensi cahaya yang diterima oleh sel surya. Frekuensi cahaya yang dihasilkan oleh tabung katoda f haruslah jauh lebih besar dari frekuensi ambang f0 sel surya, sehingga akan terjadi arus listrik yang kontinu. Dengan demikian, maka ada dua hal yang diperbaiki, yakni memperbesar frekuensi cahaya katoda atau mengganti bahan sel surya dengan bahan lain yang memiliki frekuensi ambang sekecil mungkin. Intensitas cahaya yang dihasilkan oleh tabung katoda cukup setara dengan intensitas cahaya matahari yang sebesar 560 W/m2, namun dengan frekuensi yang sangat tinggi. Hal ini akan berdampak pada dihasilkannya daya output dari sel surya yang tinggi. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, yakni: 1) Filamen Pemanas Filamen pemanas berfungsi untuk memanasi ujung katoda perlu dipercepat dengan memberikan suatu beda potensial dari 50 kV sampai 5000 kV DC di antara katoda dan anoda. 2) Material yang digunakan sebagai katoda adalah campuran antara tungsten dan thorium, karena memiliki kekuatan mekanik yang bagus, titik lebur yang tinggi, fungsi kerja yang tinggi serta memerlukan daya input yang lebih kecil. Material penyusun semikonduktor dalam solar sel surya yang umum adalah InAs: 0.36 eV, Ge: 0.67 eV, Si: 1.1 eV, amorphous Si (a-Si : H): 1.7 eV, GaN: 3.5 eV). Berdasarkan pada fungsi kerja material tersebut, maka material yang cocok adalah InAs: 0.36. Sel surya dengan material InAs ini diharapkan akan mampu menghasilkan energi listrik yang lebih besar bila dibandingkan dengan sel surya berbahan silikon. 3. PENUTUP Energi surya adalah merupakan sumber energy yang potensial di Indonesia serta diharapkan dapat berfungsi sebagai pembangkit listrik alternatif ramah lingkungan mendukung PLTD/ PLTG yang sekarang ini dioperasikan. Dua masalah yang menyebabkan kurangnya minat investasi di bidang pembangkit listrik tenaga surya, yakni penggunaan lahan yang luas dan kurangnya kontinuitas cahaya yang ada, kini dapat ditanggulangi dengan menggunakan cahaya yang berasal dari tabung katoda. Apabila mengacu pada spesifikasi sel surya yang saat ini dijual secara komersial serta dengan merujuk pada Tabel 1 di atas, maka pembangkit energi listrik tenaga surya dengan daya sebesar 50 MW memerlukan lahan seluas 1 hektar, atau untuk daya sebesar 150 MW, yang direncanakan untuk mengantisipasi krisis energi listrik di Indonesia, maka diperlukan lahan seluas 3 hektar saja, dengan biaya investasi sebesar US$ 888 juta (harga ini mungkin sudah turun karena persaingan pasar silikon yang sedemikian pesat). Apabila ditambah dengan biaya untuk keperluan yang lain, maka dana investasi untuk kapasitas daya listrik 150 MW adalah sekitar US$ 1,000 juta. Dalam satu harinya, daya listrik pembangkit yang sebesar 150 MW akan menghasilkan total energy sebesar 1800000 kwh (12 hours running time), yang berarti akan memiliki load faktor sebesar 4,5 untuk 400,000 unit instalasi. Apabila biaya energi listrik secara rerata adalah 4 cent US$ per kwh, dan bila pemakaian energi listrik rerata masyarakat Boyolali dalam satu bulan adalah 80 kwh, serta jumlah instalasi terpasang di Boyolali adalah sekitar 400,000 unit, maka target pemasukan dalam satu bulan adalah US$ 1,29 juta. Dengan demikian, investasi sebesar US$ 1,000 juta akan mengalami BEP dalam kurun waktu sekitar 80 tahun. 4. KESIMPULAN 1. Nilai optimal untuk kapasitor dan induktor pada frekuensi 666,7 Hz, duty cycle 66,7 %, resistansi output 36 Ώ dan tegangan input 12 volt adalah 1038 μF dan 11,9 mH. 2. Frekuensi mempengaruhi ripel tegangan dan arus, dan tidak berpengaruh terhadap besaran tegangan/arus . 5. DAFTAR PUSTAKA 1. Akhadi, M., 2000, Listrik Murah atau Udara Bersih, Elektro Indonesia, Nomor 34, Tahun VI, November, [ Online, diakses : 23-03-2002 ] URL :http:// www. elektro indonesia.com/ elektro/ ener34.html 2. Foster,B., 2000, Fisika, Erlangga, Jakarta 3. Goenawan. J., 2001, Fisika, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 4. Kadir, A., 1995, ENERGI, Universitas Indonesia, Jakarta 5. Muhaimin, 2001, Teknologi Pencahayaan, PT. Refika Aditama, Bandung 6. Martina.G., 1982, Solar cells, University of New Shouth Wales Australia


KAJIAN ENERGI SURYA UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
David Kristianto
Jurusan Teknik industri,  Fakutas teknologi industri,  Universitas Gunadarma
Kampus Gunadarma,Depok.
Phone: 085729082415
Email: dk280790
NPM:30408244


Abstrak
Pada dasarnya Sel surya adalah sebuah alat konversi energi yang mengubah bentuk energi surya menjadi energi listrik.
Energi yang dihasilkan oleh sel surya adalah yang paling ramah lingkungan, namun lahan instalasi yang
diperlukan sangat luas. Selain itu, energi surya sangat tergantung pada besarnya intensitas sinar matahari,
sehingga kontinuitasnya menjadi masalah tersendiri. Dalam upaya untuk menjadikan energi surya sebagai
pembangkit tenaga listrik, maka beberapa kelemahan tersebut harus diperbaiki, agar menghasilkan arus listrik
yang kontinu dan ukuran yang seringkas mungkin. Tulisan berikut adalah upaya yang harus dilakukan untuk
menjadikan energi surya sebagai energi alternatif dalam mengatasi krisis listrik di Indonesia..
Kata Kunci : Sel Surya, Energi Listrik


1.   DAVID, PEMBANGKIT LITRIK TENAGA SURYA..
Dalam upaya memenuhi kebutuhan energi
listrik masyarakat Boyolali di tengah gencarnya seruan akan kelestarian lingkungan hidup, maka hanya ada dua pilihan yang saat ini bisa ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Masing – masing pilihan itu adalah: listrik dengan harga murah namun dengan konsekuensi udara di lingkungan kita tercemar, atau harga listrik yang mahal namun
dengan udara di atmosfer kita tetap bersih. Dalam
waktu dekat ini kelihatannya belum ada pilihan ketiga yang menawarkan listrik dengan harga murah namun proses pembangkitannya kurang mencemari
lingkungan.
Pemanfaatan energi surya menjadi listrik
adalah sebuah sistem yang paling ramah lingkungan,
tapi sampai saat ini masih memerlukan lahan yang
luas untuk pemasangan instalasinya. Hal ini terjadi,
karena intensitas panas yang diterima oleh permukaan bumi adalah relatif kecil, sehingga memerlukan kolektor yang cukup luas untuk keperluan pembangkitannya.
Energi surya yang memasuki atmosfer
memiliki kerapatan daya rata-rata sebesar 1,2 kW/m2,
namun hanya sebesar 560 W/m2 yang diserap bumi.
Berdasarkan angka di atas, maka energi surya yang
dapat dibangkitkan untuk seluruh daratan Indonesia
yang mempunyai luas ±2 juta km2 adalah sebesar
5.108 MW, sedangkan untuk pulau Bali yang
memiliki luas tanah ± 5300 km2, maka energi surya
yang mampu dibangkitkan adalah sebesar 1,32.106
MW, karena untuk daya listrik sebesar 100 MW akan
memerlukan lahan seluas 40 hektar untuk
pemasangan instrumen Luas tanah tersebut belumlah
terhitung untuk keperluan tanah bagi alat-alat
pendukungnya, sehingga untuk daya listrik seluas 100 MW akan memerlukan luas lahan sebesar 60-70
hektar.   
Hal inilah yang menyebabkan bahwa
pembangkit listrik tenaga surya nilai investasinya
menjadi tinggi, karena teknologi yang mendukungnya pun masih baru dan mahal.
 Namun apabila suatu saat harga sebuah sel surya dapat diminimalkan, maka bukanlah hal yang mustahil bila energi listrik dengan  tenaga surya dapat menjadi lebih murah. Selain itu, meskipun energi surya mampu menghasilkan daya
listrik yang sangat besar, tapi karena kontinuitasnya
kurang begitu stabil (akibat intensitas cahaya
matahari yang tidak kontinu), maka energi surya
memiliki kendala untuk dapat menjadi sebuah
pembangkit tenaga listrik. Nilai investasi untuk
tenaga surya dapat dilihat pada Tabel 1.








2.      LANDASAN TEORI
Cahaya matahari terdiri atas foton atau
partikel energi surya, dimana foton inilah yang
dikonversi menjadi energi listrik. Foton-foton
mengandung energi yang bervariasi menurut panjang
gelombangnya. Energi foton yang diserap oleh sel surya diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada
elektron di dalam sel surya. Dengan adanya energi
baru ini maka elektron mampu lepas dari posisi
normalnya terhadap atom sehingga menjadi arus
dalam suatu sirkuit listrik. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 1, sedangkan modifikasi dari energi dengan
tenaga surya disajikan pada Gambar 2.


















Alat konversi energi surya yang dimodifikasi
tersebut, terdiri atas bagian – bagian : tabung katoda
dan sel surya.

o Tabung diisi gas unsur halogen CH3Br (mono
bromida metan) atau CH2Br (dibromida metan).
o Kaca transparan dengan kekuatan tekan yang
tinggi.
Cahaya yang dihasilkan dari tabung katoda
digunakan untuk mengganti cahaya matahari. Pada
saat foton yang dihasilkan dari tabung katoda
menyinari sel surya, maka elektron-elektron yang ada
pada sel surya akan menerima sejumlah energi,
sehingga elektron mampu bergerak melewati gap energi. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan
terjadinya arus listrik di dalam sebuah rangkaian
listrik.

Tabung katoda adalah tabung kaca yang
memiliki dua elektroda. Elektroda positif (anoda)
dihubungkan ke kutub positif dan elektoda negatif
(katoda) dihubungkan ke kutub negatif sumber
tegangan. Apabila tekanan gas di dalam tabung
berangsur-angsur dikurangi dengan cara memompa
gas keluar, maka akan terjadi peristiwa-peristiwa
sebagai berikut :
1. Pada tekanan gas sekitar 20 mmHg, di dalam
tabung mulai terlihat aliran arus listrik yang
berbentuk pita berwarna ungu
2. Pada tekanan gas sekitar 5 mmHg, di dekat
katoda (elektoda negatif) timbul cahaya biru
yang disebut pijar negatif kebiruan. Di dalam
tabung timbul pijar merah muda yang disebut
kolom positif merah muda. Di antara kolom
positif dengan pijar negatif terdapat ruang gelap
yang disebut ruang gelap Faraday
3. Pada tekanan gas sekitar 0,05 mmHg, pijar
negatif bergerak ke tengah dan di belakangnya
terdapat ruang gelap yang disebut ruang gelap
Crookes
4. Pada tekanan gas sekitar 0,01 mmHg atau lebih
kecil, semua cahaya di dalam tabung menghilang
dan kaca di dekat anoda (elektroda positif ) akan
menunjukan warna kehijau-hijauan
Bagian-bagian dari tabung sinar katoda adalah
sebagai berikut:

1)  Filamen Pemanas
Filamen pemanas berfungsi untuk memanasi
ujung katoda. Akibat pemanasan ini maka terjadi
pemancaran elektron-elektron dari katoda.
Elektron-elektron yang dipancarkan dipercepat
dengan suatu beda potensial 5 kV sampai 50 kV
diantara katoda dan anoda.
2)  Katoda
Material yang digunakan sebagai katoda antara lain :
•  Tungsten
Material ini memiliki dua kelebihan untuk
digunakan sebagai katoda yaitu memiliki
ketahanan mekanik dan juga titik lebur yang
tinggi (3400 0C), sehingga tungsten banyak
digunakan untuk tabung sinar X yang bekerja
pada beda potensial sebesar 5000 kV dan
temperatur tinggi. Fungsi kerja tungsten sangat
tinggi yaitu sebesar 4,52 eV sehingga kurang
cocok untuk aplikasi audio.
•  Thrioted tungsten
Material ini adalah campuran antara tungsten dan
thorium. Thorium adalah material yang secara
individual memiliki fungsi kerja sebesar 3,4 eV,
campuran antara tungsten dan thorium memiliki
fungsi kerja sebesar 2,63 eV, serta temperatur
kerja sekitar 1700 0C.

(a) Tabung katoda (b) Aliran elektron
Gambar 4. Prinsip kerja sel surya:









1)  Katoda berlapis oksida ( Oxide-Coated Cathode )
Katoda jenis ini terbuat dari lempeng nickel yang
dilapisi dengan barium dan oksida stontium.
Sebagai hasil dari pelapisan tersebut maka
dihasilkan katoda yang memiliki fungsi kerja dan
temperatur kerja yang rendah, dan tegangan yang
diperlukan sebesar 1000 V
2)  Anoda
Berfungsi untuk menerima elektron yang terlepas dari katoda.

Sel Surya
Sel surya dapat menyerap gelombang
elektromagnetik dan mengubah energi foton yang
diserapnya menjadi energi listrik. Bagian terbesar sel
surya adalah sebuah dioda. Dioda terbuat dari suatu
semikonduktor dengan jurang energi (Ec – Ev).
Ketika energi foton yang datang lebih besar dari
jurang energi ini, foton akan diserap oleh
semikonduktor untuk membentuk pasangan elektronhole.
Elektron dan hole kemudian ditarik oleh medan
listrik sehingga menimbulkan photocurrent (photo
current bisa juga dinamakan sebagai arus yang
dihasilkan oleh cahaya). Dalam sel surya tidak hanya
photocurrent yang penting, tetapi ada beberapa
parameter lain yang perlu mendapat kajian.

Semikonduktor
Semikonduktor mempunyai susunan pita
energi yang mirip dengan pita energi isolator. Pada
suhu sangat rendah, pita konduksi semikonduktor
tidak terisi oleh elektron. Di antara pita konduksi dan
valensi juga terdapat celah energi. Namun, celah
terlarang ini mempunyai jarak yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan celah terlarang pada isolator.
Nilai celah terlarang untuk semikonduktor adalah
sekitar 1,1 eV sedangkan pada isolator intan adalah
sebesar 6 eV.
Pada suhu kamar, elektron yang ada pada pita
valensi akan mendapatkan energi kinetik. Energi
kinetik ini cukup kuat untuk memindahkan elektron
ke pita konduksi. Berpindahnya elektron ke pita
konduksi menyebabkan adanya elektron bebas pada
pita konduksi. Akibatnya, pada suhu kamar tersebut
maka semikonduktor mampu mengantarkan arus
listrik seperti halnya pada konduktor.

Efek Foto Listrik
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya
elektron- elektron dari permukaan logam (disebut
sebagai elektron foto) ketika logam tersebut disinari
dengan cahaya. Rumus energi berdasarkan teori
kuantum adalah E = nhf. Dengan demikian, cahaya
dipancarkan sebagai partikel-partikel kecil yang
disebut foton. Jika tabung tabung ditempatkan dalam
ruang gelap, maka tidak akan ada arus listrik (I) yang
mengalir. Tapi ketika cahaya dengan frekuensi
tertentu diarahkan ke pada pelat/panel surya, maka
akan terjadi aliran listrik.
Apabila dikaji lebih jauh, efek fotolistrik ini
maka ada dua sifat penting dari gelombang cahaya
yakni: intensitas cahaya dan frekuensi. Beberapa sifat
penting yang terjadi pada efek foto listrik adalah
sebagai berikut :

1.  Besarnya energi kinetik maksimum elektron foto
tidak tergantung pada intensitas cahaya.
2.  Permukaan dari sel surya membutuhkan
frekuensi minimum tertentu yang disebut
frekuensi ambang (f0) untuk dapat menghasilkan
elektron foto.
3.  Elektron-elektron dapat terbebas dari permukaan
sel surya hampir tanpa selang waktu, yaitu
kurang dari 10-9 detik setelah penyinaran.
4.  Energi kinetik maksimum elektron foto
bertambah jika frekuensi cahaya diperbesar.
5. Semua foton memiliki energi yang sama sebesar
hf, sehingga apabila intensitas cahaya dinaikkan
namun dengan frekuensi yang tetap akan
menambah jumlah foton, tetapi tidak menambah
energi yang dipancarkan.

Agar terjadi aliran listrik (berpindahnya
elektron) dari permukaan sel surya, maka diperlukan
kerja minimum W0 (disebut fungsi kerja atau energi
ambang) untuk melepaskan elektron dari permukaan
sel surya. Besarnya W0 tergantung pada jenis logam
yang dipakai sebagai bahan sel surya. Agar terjadi
arus listrik yang kontinu maka frekuensi (f) yang
dipancarkan oleh cahaya haruslah sedemikian rupa
sehingga hf > W0,
keterangan:
Wo= Fungsi kerja atau energi ambang (Joule) Satuan
W0 sering ditulis dalam eV, 1 eV = 1,602.10-19 J
h = konstanta Planck (6,626.10-34 J.s)
m = masa elektron (9,11.10-31 kg)
v = kecepatan elektron (m/s)
f0 = frekuensi ambang (Hertz)


Rencana Pengembangan Energi Surya sebagai
Pembangkit Listrik
Tabung katoda adalah suatu alat yang
menghasilkan cahaya atau aliran elektron dari katoda
ke anoda. Sedangkan sel surya adalah sebuah alat
yang mengkonversikan energi foton (cahaya sebagai
partikel) menjadi energi listrik. Agar mampu menjadi
sumber tenaga listrik dengan daya output yang tinggi,
maka dua parameter yang perlu diperbaiki dan
dikontrol adalah intensitas cahaya dan frekuensi
cahaya yang diterima oleh sel surya.
Frekuensi cahaya yang dihasilkan oleh tabung
katoda f haruslah jauh lebih besar dari frekuensi
ambang f0 sel surya, sehingga akan terjadi arus listrik
yang kontinu. Dengan demikian, maka ada dua hal
yang diperbaiki, yakni memperbesar frekuensi cahaya katoda atau mengganti bahan sel surya dengan bahan  lain yang memiliki frekuensi ambang sekecil mungkin.
Intensitas cahaya yang dihasilkan oleh tabung
katoda cukup setara dengan intensitas cahaya
matahari yang sebesar 560 W/m2, namun dengan
frekuensi yang sangat tinggi. Hal ini akan berdampak
pada dihasilkannya daya output dari sel surya yang
tinggi. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu
diperbaiki, yakni:

1)  Filamen Pemanas
Filamen pemanas berfungsi untuk memanasi ujung
katoda perlu dipercepat dengan memberikan suatu
beda potensial dari 50 kV sampai 5000 kV DC di
antara katoda dan anoda.
2)  Material yang digunakan sebagai katoda adalah
campuran antara tungsten dan thorium, karena
memiliki kekuatan mekanik yang bagus, titik lebur
yang tinggi, fungsi kerja yang tinggi serta
memerlukan daya input yang lebih kecil.
Material penyusun semikonduktor dalam solar
sel surya yang umum adalah InAs: 0.36 eV, Ge:
0.67 eV, Si: 1.1 eV, amorphous Si (a-Si : H): 1.7 eV,
GaN: 3.5 eV). Berdasarkan pada fungsi kerja material
tersebut, maka material yang cocok adalah InAs:
0.36. Sel surya dengan material InAs ini diharapkan
akan mampu menghasilkan energi listrik yang lebih
besar bila dibandingkan dengan sel surya berbahan silikon.

3. PENUTUP
Energi surya adalah merupakan sumber energy yang potensial di Indonesia  serta diharapkan dapat berfungsi sebagai pembangkit listrik alternatif ramah lingkungan mendukung PLTD/ PLTG yang sekarang ini dioperasikan. Dua masalah yang menyebabkan kurangnya minat investasi di bidang pembangkit listrik tenaga surya, yakni penggunaan lahan yang luas dan kurangnya kontinuitas cahaya yang ada, kini dapat ditanggulangi dengan menggunakan cahaya yang berasal dari tabung katoda.
Apabila mengacu pada spesifikasi sel surya
yang saat ini dijual secara komersial serta dengan
merujuk pada Tabel 1 di atas, maka pembangkit
energi listrik tenaga surya dengan daya sebesar 50
MW memerlukan lahan seluas 1 hektar, atau untuk
daya sebesar 150 MW, yang direncanakan untuk
mengantisipasi krisis energi listrik di Indonesia, maka
diperlukan lahan seluas 3 hektar saja, dengan biaya
investasi sebesar US$ 888 juta (harga ini mungkin
sudah turun karena persaingan pasar silikon yang
sedemikian pesat). Apabila ditambah dengan biaya
untuk keperluan yang lain, maka dana investasi untuk
kapasitas daya listrik 150 MW adalah sekitar US$
1,000 juta.
Dalam satu harinya, daya listrik pembangkit
yang sebesar 150 MW akan menghasilkan total energy sebesar 1800000 kwh (12 hours running time), yang berarti akan memiliki load faktor sebesar 4,5 untuk 400,000 unit instalasi. Apabila biaya energi listrik secara rerata adalah 4 cent US$ per kwh, dan bila pemakaian energi listrik rerata masyarakat Boyolali dalam satu bulan adalah 80 kwh, serta jumlah instalasi terpasang di Boyolali adalah sekitar 400,000 unit, maka target pemasukan dalam satu bulan adalah US$ 1,29 juta.
Dengan demikian, investasi sebesar US$ 1,000
juta akan mengalami BEP dalam kurun waktu sekitar
80 tahun.

4. KESIMPULAN

1. Nilai optimal untuk kapasitor dan induktor pada
frekuensi 666,7 Hz, duty cycle 66,7 %, resistansi
output 36 Ώ dan tegangan input 12 volt adalah
1038 μF dan 11,9 mH.

2.  Frekuensi mempengaruhi ripel tegangan dan arus,
dan tidak berpengaruh terhadap besaran
tegangan/arus .




5. DAFTAR PUSTAKA

1.  Akhadi, M., 2000, Listrik Murah atau Udara
Bersih, Elektro Indonesia, Nomor 34, Tahun VI,
November, [ Online, diakses : 23-03-2002 ] URL
:http:// www. elektro indonesia.com/ elektro/
ener34.html
2.   Foster,B., 2000, Fisika, Erlangga, Jakarta
3.  Goenawan. J., 2001, Fisika, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta
4.  Kadir, A., 1995, ENERGI, Universitas Indonesia,
Jakarta
5.  Muhaimin, 2001, Teknologi Pencahayaan, PT.
Refika Aditama, Bandung
6.  Martina.G., 1982, Solar cells, University of New
Shouth Wales Australia


pembangkit tenaga listrik tenaga surya