Rabu, 23 Desember 2009

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP ( PLTGU )

PENGARUH DIVERSIVIKASI BAHAN BAKAR TERHADAP KINERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS DAN UAP ( PLTGU )
Amiral Aziz (1) , Panca Porakusuma (2)
1. Peneliti Bidang Konversi dan Konservasi Energi, BPPT
Gedung II BPPT lantai 20 Jl. M. H. Thamrin 8 Jakarta 10340
2. Lulusan S1 Teknik Mesin - USAKTI


ABSTRAK
Kebutuhan akan tenaga listrik di Indonesia pada saat ini semakin meningkat. BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai bahan bakar utama dalam pembangkitan listrik mengalami penurunan dalam jumlah yang tersedia sehingga harga BBM (Bahan Bakar Minyak) menjadi mahal. Pada saat ini telah di kembangkan teknologi Combined Cycle dengan Diversifikasi Bahan Bakar dari HSD (High Speed Diesel)/BBM menjadi gas alam pada instalasi pembangkit listrik. Dari hasil investigasi dapat disimpulkan Biaya operasi dan perawatan untuk PLTGU yang menggunakan bahan bakar gas alam akan jauh lebih murah.dibandingkan bahan bakar HSD. Biaya produksi PLTGU yamg beroperasi pada beban 199 MW dengan pola konfigurasi 1-1-1 adalah Rp 172 /kWh untuk bahan bakar gas alam dan Rp 941 /kWh untuk bahan bakar HSD.
Kata kunci : Diversifikasi, PLTGU, bahan bakar gas alam, bahan bakar HSD
ABSTRACT
Nowadays consumption of electricity in Indonesia has increased. The oil fuel as the primary fuel for power plant installation has decreased the amount of resources and makes the oil fuel prices very high. In the recent years it has been developed the Combined Cycle technology with Fuel Diversification from the oil fuel (HSD) to natural gas in power plant installation. From the investigation it could be concluded that in the Combined Cycle power plant the production cost using natural gas for the primary fuel cheaper than HSD fuel. The production cost of the combined cycle with configuration of 1-1-1 for 199 MW load is Rp 172 /kWh for natural gas fuel and Rp 941 /kWh for HSD fuel
Key words : Diversivication, Combined Cycle Power Plant, Gas Fuel, High Speed Diesel Fuel.



PENDAHULUAN
Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia waktu demi waktu meningkat, sedangkan potensi sumberdaya energi semakin menipis sehingga program penghematan energi menjadi faktor yang sangat penting diper-hatikan dalam program penyediaan tenaga listrik. Ada beberapa teknologi pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan energi alternatif diluar BBM diantaranya : PLT Gas,
PLTU batubara, PLTU Biomassa, PLT Angin, PLT Gelombang, PLT Surya, PLT Nuklir dsb.
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan secara simultan menghemat penggunaan sumberdaya energi adalah dengan memanfaatkan energi yang terkandung dalam gas buang (exhaust gas) dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pemanfaatan energi gas buang tersebut dilakukan dengan mengkombinasikan sistem PLTG dengan sistem PLTU sehingga menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap (PLTGU).
Pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia pada saat ini masih banyak yang menggunakan BBM/HSD (High Speed Diesel) sebagai bahan bakar utama dalam pengoperasian pembangkit listrik tersebut. Disamping biaya produksi listrik pembangkit berbahan bakar minyak relatif mahal dibandingkan dengan jenis bahan bakar lain, ketersediaannya juga semakin terbatas.
Salah satu langkah penting dalam mengupayakan penghematan energi dalam sektor industri pembangkitan listrik yaitu dengan melakukan diversivikasi energi pada bahan bakar. Jadi penggunaan BBM sebagai bahan bakar utama dapat dialihkan ke bahan bakar lain seperti gas alam. Penggunaan gas alam sebagai bahan bakar turbin gas, disamping sebagai bahan bakar pengganti juga memiliki beberapa keuntungan antara lain :



􀁹Harga lebih murah jika dibandingkan
dengan bahan bakar lainnya khususnya
BBM
􀁹Peralatan burner untuk gas akan lebih
sederhana dibandingkan dengan peralatan
burner HSD atau pun bahan bakar padat,
karena tidak memerlukan pemanasan dan
pengabutan awal.
􀁹Pembakaran dengan gas alam tidak
menimbulkan polusi udara yang terlalu
parah, karena pembakaran dengan gas
alam akan berlangsung lebih sempurna
dibandingkan dengan HSD.
􀁹Komponen-komponen dari turbin gas akan
lebih awet, karena gas alam tidak
mengandung ; belerang ( S ) dan natrium (
Na ) serta tidak berjelaga.
􀁹Biaya operasi dan perawatan untuk
turbin gas yang menggunakan bahan
bakar gas alam akan jauh lebih murah.
Tulisan ini membahas beberapa hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh diversifikasi bahan bakar HSD menjadi gas alam pada parameter kinerja dari PLTGU.
TEORI
Pada kondisi ideal, efisiensi termal sistem PLTGU (CC) tanpa supplementary firing (11)sekitar 1,5 x efisiensi termal turbin gas (GT). Oleh karena itu Daya listrik (MW) setiap blok PLTGU seharusnya adalah 6 1,5 x daya listrik (MW) GT terkait (11).
Efisiensi termal dari sistem turbin gas , sistem turbin uap dan sistem PLTGU diberikan pada persamaan 1 ,2 dan 3 yaitu (10) :

Dengan mensubstitusikan persamaan 1 dan 2 ke persamaan 3 maka didapat :

JIka sistem beroperasi hanya sebagai siklus turbin gas maka terdapat tiga pola pengoperasian yaitu :
1. Pola dengan 1 turbin gas

2. Pola kombinasi dengan 2 turbin gas
3. Pola kombinasi dengan 3 turbin gas Untuk itu kita perlu mendapatkan persamaan untuk mencari efisiensi total termal jika turbin gas beroperasi dengan pola kombinasi ( 2 atau 3 turbin gas ).
Untuk pola kombinasi dengan 2 turbin gas efisiensi totalnya adalah :


Jika kedua turbin beroperasi pada beban yang sama, untuk praktisnya kita dapat mengasumsikan Qin1 = Qin2 ; maka,

Untuk pola kombinasi dengan 3 turbin gas rumusnya menjadi :

Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) dari PLTG adalah

TATA KERJA
Terdapat beberapa kondisi acuan yang dapat digunakan dalam perhitungan unjuk kerja suatu PLTGU . Pada penelitian ini digunakan metoda berdasarkan standard ISO 2314 ,1989, mengenai “Gas Turbine Acceptance Test”. Beberapa hal yang diambil sebagai acuan , diantaranya adalah :
• Temperatur udara masuk kompresor To = 15°C ( 288 K )
• Tekanan masuk kompresor Po = 101,3 kPa (760 mm Hg)
• Tekanan Statis gas buang Po = 101,3 kPa
• Temperatur masuk air pendingin T = 15°C (288 K),
• Tekanan masuk air pendingin, P = 101,3 kPa
• Daya keluaran terukur pada generator

• Kondisi Pengukuran berbagai parameter operasi dengan batasan kesalahan seperti tertuang pada tabel berikut
Diskripsi sistem PLTGU
Gambar 2 memperlihatkan skema blok PLTGU. Udara dikompressi didalam kompresor (C) dan selanjutnya udara bertekanan dialirkan kedalam ruang bakar (CC)dan bercampur dengan bahan bakar sehingga terjadi proses pembakaran. Gas hasil pembakaran berekspansi didalam turbin gas (GT) sehingga dihasilkan tenaga mekanik poros. Poros turbin gas dikopel dengan generator listrik sehingga dihasilkan tenaga listrik.
Gas bekas dari turbin gas dialirkan kedalam Heat Recovery Steam Generator (HRSG) untuk memanaskan air menjadi uap. Selanjutnya uap berekspansi didalam turbin uap sehingga dihasilkan tenaga mekanik poros. Poros turbin uap dikopel dengan generator listrik sehingga dihasilkan tenaga listrik. Uap bekas dari turbin uap dikondensasikan didalam kemdensor selanjutnya dipompakan kembali kedalam HRSG.
Cara Pengambilan dan Pengolahan Data
Agar penelitian dapat lebih akurat hasilnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pengambilan dan pengolahan data, diantaranya adalah :
• Data-data diambil secara langsung sewaktu turbin gas dan turbin uap dalam keadaan operasi
• Data-data yang diambil disalin langsung dari data-data yang tertera pada layar monitor yang terdapat di ruang kontrol pusat (CCR/Central Control Room) atau di ruang kontrol masing-masing turbin gas.
• Data-data beban dan efisiensi diambil pada beberapa beban tertentu ( titik tertentu ), data-data yang diambil pada setiap beban /titik tertentu dilakukan minimal sebanyak 5 kali dalam waktu 5 menit, Data-data yang telah kita hitung rata-ratanya , lalu kita urutkan dalam bentuk tabel. Data-data yang telah diurutkan dalam bentuk tabel ini, kemudian dengan menggunakan MS.Excell kita buat kurva beban terhadap efisiensi.

Tabel 1. Alat Ukur yang digunakan


Gambar 2. Posisi alat-alat ukur pada PLTGU
Keterangan:
1 = Pengukuran temperatur masuk kompresor
2 = Pengukuran tekanan ambient
3 = Pengukuran tekanan keluar kompresor
4 = Pengukuran laju aliran bahan bakar
5 = Pengukuran temperatur gas buang turbin gas
6 = Pengukuran tekanan gas buang turbin gas
7 = Pengukuran temperatur uap
8 = Pengukuran tekanan uap
9 = Pengukuran laju aliran uap
10 = Pengukuran temperatur keluar turbin tekanan tinggi
11 = Pengukuran tekanan keluar turbin tekanan tinggi
12 = Pengukuran temperatur keluar turbin tekanan rendah
13 = Pengukuran tekanan keluar turbin tekanan rendah

Alat-Alat Ukur Yang Digunakan
Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini diberikan pada Tabel 1. Data- data pengukuran yang dikirim ke layar monitor yang terdapat pada ruang kontrol pembangkit
HASIL DAN PEMBAHASAN
- Pengaruh bahan bakar terhadap laju
aliran bahan bakar.
Jumlah laju aliran massa bahan bakar yang disuplai ke dalam ruang bakar dipengaruhi oleh pembebanan, sebagaimana terlihat pada Gambar 3 dimana antara bahan
bakar gas alam dan bahan bakar HSD memiliki tingkatan laju aliran massa bahan bakar yang berbeda pada tiap-tiap bebannya.
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perbedaan tingkatan konsumsi kedua bahan bakar itu berkisar antara 0,43 % s/d 0,70 % tergantung dari pembebanan yang diterima pada saat operasi. Jumlah laju aliran massa bahan bakar yang digunakan untuk menunjang kerja power plant pada pembebanan yang bervariasi akan lebih efisien dengan menggunakan bahan bakar gas alam, hal tersebut tidak lepas dari beberapa hal antara lain sifat dari bahan bakar itu sendiri dan LHV (Lower Heating Value).
Besar kecilnya nilai laju aliran massa bahan bakar ini akan mempengaruhi nilai dari panas yang disuplai ke dalam ruang bakar, sebagaimana terlihat pada Gambar 4 dan 5.
- Pengaruh bahan bakar terhadap parameter
kinerja HRSG (Heat Recovery Steam
Generator)
Laju massa aliran gas masuk HRSG yang dihasilkan dari pembakaran HSD lebih banyak dibandingkan dengan gas alam. Dengan demikian laju massa aliran gas yang keluar stack juga akan lebih banyak dari hasil pembakaran HSD dari pada gas alam. Ini menandakan bahwa tingkat polusi yang ditimbulkan oleh HSD lebih besar dari pada gas alam. Kedua jenis bahan bakar memiliki tingkat temperatur gas stack outlet diatas temperatur titik didih.



Gambar 3. Pengaruh beban terhadap laju aliran bahan bakar

Gambar 4. Kurva beban terhadap mf & Qin untuk bahan bakar Gas alam




Gambar 5. Kurva beban terhadap mf & Qin untuk bahan bakar HSD



Temperatur gas keluar stack dengan bahan bakar HSD lebih tinggi dari pada gas alam, hal ini memang diharuskan karena HSD mengandung zat-zat yang bersifat korosif. Tinggi rendahnya temperatur gas stack outlet tidak terlepas dari pengaruh perubahan nilai beda temperatur titik pinch point ( ΔTPp ). Pinch point adalah perbedaan temperatur terendah antara gas buang masuk economiser dengan fluida cair jenuh keluar economiser. Semakin tinggi nilai pinch point maka temperatur gas stack outlet nya pun akan meningkat, namun semakin tingginya nilai pinch point ini akan berdampak pada penurunan efisiensi thermis PLTGU. Semakin rendahnya nilai pinch point maka temperatur gas stack outlet nya akan menurun, dan semakin rendahnya nilai pinch point ini akan berdampak pada meningkatnya nilai efisiensi thermis PLTGU. Batasan standar nilai pinch point ini adalah 11°C sampai dengan 28°C

Gambar 6. Kurva temperatur terhadap laju aliran bahan bakar pada sisi keluar HRSG








Gambar 7. Pengaruh beban terhadap effisiensi PLTGU

Gambar 8. Pengaruh beban terhadap biaya produksi
- Pengaruh bahan bakar terhadap kinerja PLTGU
Dari hasil perhitungan didapat bahwa variasi pola kombinasi 1-1-1, 2-2-1, 3-3-1 dan pembebanan akan mempengaruhi nilai dari Specific Fuel Consumption (SFC), Net Plant Heat Rate (NPHR), efisiensi thermis, dan biaya produksi PLTGU.
Apabila PLTGU beroperasi dengan 3GT atau 3-3-1, dan dibebani dengan 368,25 MW,akan didapat nilai effisiensi thermal sebesar ± 37,89 % untuk gas alam dan 35,23
% untuk HSD. Karena target efisiensi thermal netto selalu > 40 %, maka mengoperasikan PLTGU dengan beban 368,25 MW tentunya merugikan. Pada beban 368,25 MW tersebut, beban rata-rata setiap GT adalah sekitar 82,6 MW/GT. Untuk memenuhi target efisiensi thermal PLTGU, maka mesin harus beroperasi pada beban rata-rata setiap GT dengan pola 3-3-1 sebesar 92,75 MW, dan beban PLTGU total adalah 417,37 MW. Dengan beban minimum PLTGU pola 3-3-1 ini akan didapat efisiensi thermal netto sebesar 40,27 % untuk gas alam & 38,89 % untuk HSD. ±
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa untuk beban 368,25 MW, dari kurva tersebut apabila garis lurus ditarik terus keatas akan memotong kurva pola 2-2-1, dan dari perpotongan garis dan kurva 2-2-1 tersebut tarik garis kekiri sampai memotong sumbu efisiensi thermal 2-2-1, maka akan didapat efisiensi CCPP = ± 47,97 % untuk gas & 46,09 % untuk HSD. Hal ini menunjukkan bahwa pada beban hanya 368,25 MW akan lebih baik apabila menggunakan pola kombinasi 2-2-1. Jika demikian dengan pola 2-2-1, pada beban 368,25 MW, maka setiap GT dioperasikan pada beban sekitar ( 368,25 MW / 1,482 ) : 2 = 122,75 MW. Jadi semakin besar beban rata-rata GT, maka semakin besar efisiensi thermal PLTGU.

Tabel 1. Pengaruh beban dan pola operasi terhadap Efisiensi PLTGU


Tabel 2. Pengaruh beban terhadap biaya produksi PLTGU

Tabel 2. Pengaruh beban terhadap biaya produksi PLTGU
Sekarang kita hitung berapa perkiraan kerugian biaya produksi yang diakibatkan karena kesalahan menerapkan pola kombinasi yang ditinjau dari sisi bahan bakar. Kita mulai dengan bahan bakar gas alam terlebih dahulu, tabel 2 dan Gambar 8 pada beban total hanya 368,25 MW, biaya produksi pola 2-2-1 = 158,26 Rp/kWh dan biaya produksi pola 3-3-1 = 208,38 Rp/kWh. Jika pada beban 368,25 MW beroperasi selama 1 jam, maka selisih biaya produksinya : selisih Biaya = biaya terbesar – biaya terkecil
ΔBiaya = ( 208,38 Rp/kWh – 158,26 Rp/kWh ) x 368250 kW
= 18.456.690 Rp/Jam.
Apabila dalam 1 tahun mesin beroperasi selama 7884 jam, maka kerugian biaya produksi dalam 1 tahun = 18.456.690 Rp/jam x 7884 jam = Rp 1.455.125.440,00 per tahun. Inilah perkiraan kerugian dalam 1 tahun apabila menerapkan pola 3-3-1 pada beban total hanya 368,25 MW dengan bahan bakar gas alam. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pola 2-2-1 yang lebih ideal apabila beban totalnya hanya 368,25 MW.

SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
Biaya operasi dan perawatan untuk PLTGU yang menggunakan bahan bakar gas alam akan jauh lebih murah.dibandingkan bahan bakar HSD. Biaya produksi PLTGU yamg beroperasi pada beban 199 MW dengan pola konfigurasi 1-1-1 adalah Rp 172 /kWh untuk bahan bakar gas alam dan Rp 941 /kWh untuk bahan bakar HSD.
Semakin besar pembebanan maka panas suplai akan semakin besar, dan berdampak pada peningkatan SFC, NPHR, ηthermis, dan biaya produksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. THE BABCOCK & WILCOCK.1996. ” STEAM Its generation and use ”. a Mc Dermott Company. Fortieth edition, First printing. Ohio. U.S.A.
2. BLACK & VEATCH.1996.“ Power Plant Engineering “. An International Thomson Publishing Company. CHAPMAN & HALL.
3. H COHEN, GFC. ROGERS, HIH. Saravanamutto.1996. “ Gas Turbine Theory “. Fourth edition, Longman Group Limited. London.
4. ROLF KEHLHOFER.1951.“ Combine Cycle Gas and Steam Turbine Power Plant “. The Fairmont Press, INC. U.S.A.
5. ARCHIE W. CULP, Jr., Ph.D.1989. “ Prinsip-prinsip Konversi Energi “. Alih bahasa Ir. Darwin Sitompul, M.Eng. Penerbit Erlangga. Jakarta.
6. WILLIAM C. REYNOLDS, HENRY C. PERKINS, Ir. FILINO HARAHAP, M.Sc.1987. “ Thermodinamika Teknik “. Penerbit Erlangga, Edisi ke dua. Jakarta.
7. WIRANTO ARISMUNANDAR, 2002. “ Pengantar Turbin Gas dan Motor Propulsi “. Penerbit ITB.
8. IQRO W. M. LAP-KER-TEK.2005. “ Analisa Performance Turbin Gas Yang Menggunakan Bahan Bakar High Speed Diesel (HSD) “. ISTN Jakarta.
9. SUWARNA, Skripsi.2005. “ Analisa Pengaruh Variasi Beban Terhadap Unjuk Kerja Turbin Uap “. Institut Sains dan Teknologi Nasional. Jakarta.
10. NOFIRMAN, Skripsi.2000. “ Analisa Variasi Beban Terhadap Unjuk Kerja Turbin Gas “. Institut Sains dan Teknologi Nasional. Jakarta/
11. SAINSTECH.2001. “Jurnal Penelitian dan Pengkajian Sains dan Teknologi”. Penerbit Lembaga Penelitian dan Pengembangan ISTN Jakarta, 2001.